Ia menjelaskan bahwa kabar buruk lainnya adalah, mulai tahun 2025 Pemerintah Australia telah menyampaikan kepada Perwakilan Indonesia di KBRI Canberra bahwa mereka tidak lagi menyediakan jasa lawyer atau penasehat hukum bagi para nelayan Indonesia yang di proses hukum oleh Pemerintah Australia.
"Itu artinya nelayan Indonesia kemungkinan akan mendapatkan hukuman yang lebih berat dari sebelumnya," jelasnya.
Baca Juga:
Serangan Brutal KKB di Papua: Satu Polisi Tewas, Warga Terluka
Sementara itu, Perwakilan AFMA Lidya Woodhouse mengungkapkan bahwa Pemerintah Australia sangat prihatin karena para nelayan Indonesia yang menangkap ikan tanpa izin di Perairan Australia tersebut tidak hanya masuk ke wilayah perbatasan, namun telah jauh menjelajah hingga ke wilayah teritorial di Western Australia. Australia memiliki peraturan perikanan dan lingkungan hidup yang sangat ketat untuk melindungi lingkungan dan biota laut yang dimiliki.
"Traditional fishing right yang diberikan kepada nelayan tradisional Indonesia di kawasan MoU Box hanya diberikan kepada nelayan Indonesia yang menggunakan kapal layar tanpa mesin untuk menangkap ikan yang hidup di kolong air saja. Sedangkan teripang dan hewan lainnya yang hidup di dasar laut tidak boleh diambil karena sesuai dengan perjanjian wilayah yang telah disepakati oleh kedua negara, dasar laut di perairan perbatasan Indonesia-Australia (landas kontinen) merupakan milik Negara Australia," tutur Lidya.
Untuk diketahui, kegiatan Public Information Campaign yang diikuti oleh sekitar 100-150 nelayan di setiap lokasi, dihadiri oleh perwakilan Australia Fisheries Management Authority (AFMA), Lydya Woodhouse dan David Roberts, perwakilan Australia Embassy, perwakilan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tenggara, perwakilan Dinas Perikanan Kota/Kabupaten, dan perwakilan dari Polres setempat.
Baca Juga:
Penukaran Utang dengan Konservasi, KKP Optimalkan Terumbu Karang di Wilayah Timur
Kegiatan Public Information Campaign (PIC) merupakan kerja sama khusus antara Ditjen PSDKP-Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan Australian Fisheries Management Authority (AFMA) dalam wadah Indonesia Australia Fisheries Surveillance Forum (IAFSF) yang diinisiasi sejak tahun 2007. Target audiens dari kegiatan ini adalah para nelayan, nahkoda, pemilik kapal, pemilik modal, broker dan keluarga nelayan.
KKP dan Pemerintah Australia juga melakukan kegiatan PSDKP dan AFMA Mengajar dengan memberikan edukasi tentang bagaimana cara melakukan kegiatan penangkapan ikan yang bertanggungjawab, ramah lingkungan dan tidak menangkap ikan di wilayah perairan negara lain kepada anak-anak sekolah di SD-SMP Satu Atap 19 di perkampungan Suku Bajo Desa Bungin Permai, Pulau Bungin, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono tidak bosan-bosan selalu mengingatkan nelayan-nelayan Indonesia untuk tidak melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan negara lain, karena Indonesia memiliki wilayah lautan yang luas dengan potensi perikanan yang melimpah yang dapat dikelola untuk kemakmuran nelayan Indonesia.