Sultra.WahanaNews.co, Kendari - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Australia Fisheries Management Authority (AFMA) bekerja sama memberikan edukasi kepada nelayan di Bumi Anoa untuk menekan praktik illegal fishing di area perbatasan perairan Australia.
Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan atau PSDKP KKP Dr. Pung Nugroho Saksono saat dihubungi di Kendari, Selasa, mengatakan bahwa edukasi dilakukan melalui kegiatan Public Information Campaign (PIC) yang berlangsung di Kota Baubau, Kabupaten Muna Barat, dan Kabupaten Konawe Selatan.
Baca Juga:
Serangan Brutal KKB di Papua: Satu Polisi Tewas, Warga Terluka
Ia menyampaikan bahwa berdasarkan data yang dikelola AFMA dan Ditjen PSDKP, dari 216 nelayan Indonesia yang ditangkap oleh Pemerintah Australia pada tahun 2024, 48 persen atau sebanyak 103 orang berasal dari Provinsi Sulawesi Tenggara, khususnya Kota Baubau, Kabupaten Muna Barat, dan Kabupaten Konawe Selatan, hal Itulah sebabnya ketiga wilayah tersebut ditargetkan pada kegiatan PIC kali ini.
"Hal ini tentu sangat disayangkan, di tengah gencarnya Pemerintah Indonesia memerangi praktik illegal fishing yang dilakukan oleh Kapal Ikan Asing, ternyata banyak kapal-kapal nelayan Indonesia yang menangkap ikan di negara lain tanpa izin,” kata Pung Nugroho.
Dia menyebutkan bahwa sejak tahun 2019, PSDKP melalui pembiayaan mandiri maupun berkolaborasi dengan berbagai pihak secara terus menerus telah melakukan tindakan pencegahan dengan memberikan pemahaman atau penyadartahuan kepada para nelayan agar mentaati aturan yang berlaku.
Baca Juga:
Penukaran Utang dengan Konservasi, KKP Optimalkan Terumbu Karang di Wilayah Timur
"Selain itu, KKP bersama dengan Pemerintah Australia telah menyepakati tiga program kerjasama, yakni Patroli Terkoordinasi, Public Information Campaign (PIC), dan Mata Pencaharian Alternatif bagi para nelayan pelintas batas yang saat ini programmnya sedang dalam proses pembahasan," ujarnya.
Di tempat yang sama, Direktur Penanganan Pelanggaran Ditjen PSDKP yang diwakili oleh Ir. Nugroho Aji saat melaksanakan PIC menjabarkan bahwa kegiatan penangkapan ikan secara ilegal yang dilakukan oleh nelayan Indonesia di Perairan Australia akan menimbulkan resiko tidak hanya kepada para nelayan itu sendiri, namun juga bagi reputasi negara Indonesia yang citranya akan turun dan mengganggu hubungan baik yang telah terjalin di antara dua negara.
"Selain besarnya resiko yang dihadapi dari kondisi cuaca dan lautan yang menantang, apabila tertangkap, kapal beserta hasil tangkapan akan disita dan dimusnahkan, selanjutnya nelayan akan mendapat hukuman denda yang tinggi dan akan dipenjara apabila tidak dapat membayar denda tersebut," sebut Nugroho Aji.
Ia menjelaskan bahwa kabar buruk lainnya adalah, mulai tahun 2025 Pemerintah Australia telah menyampaikan kepada Perwakilan Indonesia di KBRI Canberra bahwa mereka tidak lagi menyediakan jasa lawyer atau penasehat hukum bagi para nelayan Indonesia yang di proses hukum oleh Pemerintah Australia.
"Itu artinya nelayan Indonesia kemungkinan akan mendapatkan hukuman yang lebih berat dari sebelumnya," jelasnya.
Sementara itu, Perwakilan AFMA Lidya Woodhouse mengungkapkan bahwa Pemerintah Australia sangat prihatin karena para nelayan Indonesia yang menangkap ikan tanpa izin di Perairan Australia tersebut tidak hanya masuk ke wilayah perbatasan, namun telah jauh menjelajah hingga ke wilayah teritorial di Western Australia. Australia memiliki peraturan perikanan dan lingkungan hidup yang sangat ketat untuk melindungi lingkungan dan biota laut yang dimiliki.
"Traditional fishing right yang diberikan kepada nelayan tradisional Indonesia di kawasan MoU Box hanya diberikan kepada nelayan Indonesia yang menggunakan kapal layar tanpa mesin untuk menangkap ikan yang hidup di kolong air saja. Sedangkan teripang dan hewan lainnya yang hidup di dasar laut tidak boleh diambil karena sesuai dengan perjanjian wilayah yang telah disepakati oleh kedua negara, dasar laut di perairan perbatasan Indonesia-Australia (landas kontinen) merupakan milik Negara Australia," tutur Lidya.
Untuk diketahui, kegiatan Public Information Campaign yang diikuti oleh sekitar 100-150 nelayan di setiap lokasi, dihadiri oleh perwakilan Australia Fisheries Management Authority (AFMA), Lydya Woodhouse dan David Roberts, perwakilan Australia Embassy, perwakilan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tenggara, perwakilan Dinas Perikanan Kota/Kabupaten, dan perwakilan dari Polres setempat.
Kegiatan Public Information Campaign (PIC) merupakan kerja sama khusus antara Ditjen PSDKP-Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan Australian Fisheries Management Authority (AFMA) dalam wadah Indonesia Australia Fisheries Surveillance Forum (IAFSF) yang diinisiasi sejak tahun 2007. Target audiens dari kegiatan ini adalah para nelayan, nahkoda, pemilik kapal, pemilik modal, broker dan keluarga nelayan.
KKP dan Pemerintah Australia juga melakukan kegiatan PSDKP dan AFMA Mengajar dengan memberikan edukasi tentang bagaimana cara melakukan kegiatan penangkapan ikan yang bertanggungjawab, ramah lingkungan dan tidak menangkap ikan di wilayah perairan negara lain kepada anak-anak sekolah di SD-SMP Satu Atap 19 di perkampungan Suku Bajo Desa Bungin Permai, Pulau Bungin, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono tidak bosan-bosan selalu mengingatkan nelayan-nelayan Indonesia untuk tidak melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan negara lain, karena Indonesia memiliki wilayah lautan yang luas dengan potensi perikanan yang melimpah yang dapat dikelola untuk kemakmuran nelayan Indonesia.
[Redaktur: Sutrisno Simorangkir]