WahanaNews.co | Akhirnya pemerintah mengumumkan temuan pertama kasus Covid-19 varian Omicron di Indonesia, Kamis (16/12). Kasus pertama Omicron itu adalah seorang petugas kebersihan di Wisma Atlet, Jakarta. Pasien yang terkonfirmasi Omicron itu tidak memiliki riwayat bepergian keluar negeri.
Selain itu, pada hari yang sama pemerintah pun mengumumkan ada lima probable Omicron di Indonesia.
"Dua kasus adalah WNI yang baru kembali dari Amerika Serikat dan kini sedang diisolasi di Wisma Atlet, dan tiga kasus lainnya WNA China di Manado dan sekarang sudah diisolasi," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers, Kamis siang.
Baca Juga:
Wahidin, Ketua RW 02 Cengkareng Barat Periode 2024-2029 Terpilih Gantikan Iwan Supardi
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pun telah bersuara secara langsung. Dia meminta pejabat negara dan juga warga untuk tak bepergian dulu ke luar negeri, sekaligus memastikan pemerintah akan mengupayakan tak ada perluasan penularan varian baru Covid-19 itu. Juru Bicara Nasional Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adi Sasmito mengatakan pemerintah menerapkan situasi tanggap darurat untuk mencegah meluasnya penularan.
"Saat ini pemerintah melakukan tanggap darurat demi mencegah meluasnya varian Covid-19 dalam negeri kemudian menyusun kebijakan yang disesuaikan dengan kebijakan berbagai pakar," kata Wiku kemarin sore.
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Hermawan Saputra mengatakan pemerintah tidak boleh meremehkan situasi saat ini, saat Omicron yang disebut lebih cepat menular ketimbang varian Delta, terdeteksi menjelang Natal dan tahun baru (nataru).
Baca Juga:
Tragedi di Tol Belmera: Wakapolres Pelabuhan Belawan Tewas dalam Kecelakaan Tragis
Belajar dari pengalaman, ia menyebut usai momen nataru tahun lalu, kasus aktif Covid-19 di Indonesia mencapai ratusan ribu, padahal saat itu, belum ada varian Covid-19.
"Dulu saja nataru kita belum ada varian baru, 175 ribu kasus aktif di awal Februari. Sekarang sudah masuk Omicron dan jelas sudah ada," kata Hermawan.
Hermawan menyayangkan kebijakan pemerintah yang membatalkan penerapan PPKM Level 3 di seluruh wilayah saat Nataru. Sebagai catatan, PPKM level 3 di seluruh wilayah saat nataru telah dibatalkan pemerintah dan akan menerapkan pembatasan sesuai level daerah masing-masing.
Hermawan mengatakan tidak seharusnya pemerintah memberi kelonggaran di tengah situasi masyarakat yang sudah jenuh dan tidak taat. Ia pun mewanti-wanti kasus pertama Omicron itu menjadi seperti bola salju yang menggelinding di lereng.
"Bayangkan ditemukan pada OB. Bukan orang yang pelaku perjalanan luar negeri. Berarti terjadi lokal transmisi. Sudah terjadi penularan dimana-mana. Tidak boleh dianggap remeh. Seharusnya pemerintah kembali bijaksana melalui kebijakan," katanya.
Ia mengatakan pemerintah tidak perlu malu jika ingin kembali menerapkan PPKM Level 3 saat Nataru di seluruh wilayah Indonesia seiring temuan Omicron ini. Di sisi lain, masyarakat juga harus kembali disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Pada satu sisi, di tengah ancaman varian Omicron itu, data dari Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mencatat kepergian dan kedatangan ribuan WNI dan WNA.
Rinciannya, tercatat 37.214 WNI pergi keluar negeri sementara WNI yang tiba di Indonesia dari luar negeri tercatat sejumlah 40.557 orang. Data itu merupakan perlintasan keluar-masuk Indonesia melalui Bandara Internasional Soekarno Hatta periode 1-16 Desember 2021.
Sementara untuk WNA yang masuk ke Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta pada periode yang sama sebanyak 13.931 orang. Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Bandara Soekarno Hatta juga mencatat WNA yang keluar dari Indonesia sebanyak 14.421orang. Sehingga total perlintasan WNA yaitu 28.352 orang.
Hermawan mengatakan pemerintah perlu mempertimbangkan melakukan penutupan pintu masuk bagi pelaku perjalanan dari negara dengan transmisi Omicron. Tidak hanya bagi WNA, namun juga WNI. Diketahui, saat ini WNI pelaku perjalanan dari negara transmisi Omicron masih diizinkan masuk dengan syarat karantina 14 hari.
"Kalau pemerintah mau konsisten, tidak usah malu lah, kembali ke wacana awal juga oke. Karena dulu pakar juga sudah bicara naikkan kebijakan, eh tiba-tiba dibatalkan. Enggak usah malu dan seolah gimana-gimana. Ini kan dinamis kebijakan. Jadi kembali aja pada optimalkan perilaku tetapi PPKM level 3 penting, dan itu bukan Momok, karena tidak dikunci, hanya diatur volumenya kok," katanya.
Terpisah, Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko berpendapat serupa. Menurutnya, tidak masalah jika memang pemerintah telah membatalkan PPKM Level 3, namun seiring temuan Omicron ini, perlu dibuat aturan baru demi mencegah perluasan.
"Level 3 dibatalkan, tetapi harusnya pemerintah buat aturan baru dengan memakai PPKM khusus di Natal baru. Satu untuk mengurangi mobilitas dari kabupaten ke kabupaten, juga terkait protokol kesehatan," katanya. [kaf]