“Kaget, terima kasih banyak dikasih bantuan pemerintah. Semoga bisa lebih irit,” ungkapnya.
I Ketut Sukra, warga lain yang berprofesi sebagai pedagang asongan mengaku senang setelah mencoba kompor induksi selama tiga bulan. Semenjak menggunakan kompor induksi ia mengaku tak pernah lagi memberi LPG.
Baca Juga:
Kredit UMKM Tanpa Jaminan dan Bunga di Kukar Jadi Rujukan Daerah
“Biasanya sebulan dua tabung. Beli satu tabung, Rp 19 ribu kalau di sini. Belinya di warung, jadi Rp 38 ribu sebulan. Biaya listrik buat masak lebih kecil dari Rp 38 ribu. Kompor LPG sudah tidak dipakai lagi,” jelasnya.
PLN sendiri sejak Maret tahun ini telah mulai gencar melakukan sosialisasi konversi kompor induksi di berbagai daerah. Di Bali secara khusus ada 10 desa yang menjadi proyek percontohan, di antaranya Desa Renon, Desa Panjer, Desa Sesetan, Desa Pedungan, Desa Pemogan, Desa Serangan, Desa Sidakarya, Desa Sanur Kauh, Desa Sanur, dan Desa Sanur Kaja.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan program konversi kompor ini dilakukan PLN sebagai upaya meningkatkan ketahanan energi nasional dan mengurangi beban negara atas impor LPG yang tiap tahun naik.
Baca Juga:
Gawat! Korban PHK di Indonesia Tembus 64 Ribu, 3 Sektor Utama Paling Terdampak
"Melalui konversi kompor ini langsung bisa menyelesaikan tiga persoalan sekaligus. Mengurangi ketergantungan impor LPG dengan energi berbasis domestik, yaitu listrik dan juga mengurangi beban APBN yang selama ini untuk mensubsidi LPG ini," ujar Darmawan.
Ketiga, kata Darmawan langkah konversi kompor ini sejalan dengan misi KTT G20 yaitu, transisi energi. Dengan menggunakan kompor induksi maka emisi gas buang yang dihasilkan dari kompor induksi ini jauh lebih rendah dibandingkan kompor LPG.
"Kita ingin membuktikan kepada dunia bahwa Indonesia ini betul betul komitmen mengurangi emisi karbon. Bahkan dengan konversi kompor ini menjadi bukti, bahwa Indonesia sampai kepada masyarakatnya juga _aware_ atas keberlangsungan iklim," ujar Darmawan.